1. Definisi Etika Bisnis
Kita awali
pembahasan kita kali ini dengan definisi etika bisnis. Pertama adalah kata etika, Menurut bahasa Yunani,
kata etika berawal dari kata ethos yang memiliki arti sikap, perasaan, akhlak,
kebiasaan, watak. Menurut Magnis Suseno berpendapat bahwa etika merupakan bukan
suatu ajaran melainkan suatu ilmu.
·
Menurut
Kamus Bahasa Indonesia (Poerwadarminta) etika adalah “ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak (moral)”
·
Menurut
Drs. O.P. SIMORANGKIR "etika atau etik sebagai pandangan manusia
dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
·
Menurut
Magnis Suseno, "Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran.Yang
memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas".
Kata kedua adalah bisnis, yang
diartikan sebagai suatu usaha. Jika kedua kata tersebut dipadukan, yaitu etika
bisnis maka dapat didefinisikan sebagai suatu tata cara yang dijadikan sebagai
acuan dalam menjalankan kegiatan berbisnis. Dimana dalam tata cara tersebut
mencakup segala macam aspek, baik dari individu, institusi, kebijakan, serta
perilaku berbisnis.
Pengertian Etika Bisnis dan Cara
Penyusunannya. Untuk menyusun etika bisnis yang bagus, maka perlu diperhatikan
beberapa hal berikut ini, yaitu tentang pengendalian diri, pertanggungjawaban
sosial, menjadikan persaingan secara sehat, penerapan konsep yang
berkelanjutan, dapat mempertahankan keyakinannya, konsisten dengan sebuah
aturan yang sudah disepakati bersama, penumbuhan kesadaran serta rasa memiliki
dengan apa yang sudah disepakati, menciptakan suatu sikap untuk saling percaya
pada antar golongan pengusaha, serta perlu diadakannya sebagian dari etika
bisnis untuk dimasukkan dalam hukum yang dapat berupa suatu perundang-undangan.
2. Etika
Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai
moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral
sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez,
2005).
3. Etika Moral,
Hukum dan Agama
Moral adalah
aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia ( MARIA ASSUMPTA ). Penilaian terhadap moral dapat
diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Apabila tingkah laku , ucapan atau
perbuatan seseorang dalam berinteraksi / bersosialisasi dengan orang lainnya
sesuai / dapat diterima di masyarakat , maka orang itu dinilai memiliki moral. Dan
sebaliknya orang yang tidak dinilai memiliki moral di mata orang lain di sebut
amoral.
Ø Pengertian Agama
Agama merupakan realitas yang berada di sekeliling
manusia. Masing - masing manusia memiliki kepercayaan tersendiri akan agama
yang diangapnya sebagai sebuah kebenaran. Agama yang telah menjadi dasar
manusia ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial manusia tersebut[1][12].
Masing -
masing penganut agama menyakini bahwa ajaran dan nilai - nilai yang dianutnya
harus ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Akhlak Islami cakupannya sangatlah luas, yaitu
menyangkut etos, etis, moral, dan estetika.
a. Etos; yang mengaatur hubungan
seseorang dengan Khaliknya, al-ma’bud bi
haq serta kelengkapan uluuhiyah dan rubbubiyah, seperti terhadap rasul-
rasul Allah, Kitab-Nya, dan sebagainya.
b. Etis; yang mengatur sikap seseorang
terhadap dirinya dan terhadap sesmanya dalam kehidupan sehari- harinya.
c. Moral; yang mengatur hubungan dengan
sesamanya, tetapi berlainan jenis dan/ atau yang menyangkut kehormatan tiap
pribadi.
d. Estetika; rasa keindahan yang
mendorong seseorang untuk meningkatkan keadaan dirinya serta lingkungannya agar
lebih indah dan menuju kesempurnaan.
Ø Pengertian Hukum
Hukum dalam
arti Penguasa (undang - undang, keputusan, hakim dan lainnya) Hukum diartikan
sebagai seperangkat peraturan tertulis yang dibuat oleh pemerintahan,
melalui badan - badan yang berwenang membentuk berbagai peraturan tertulis
seperti: undang - undang dasar, undang - undang, keputusan presiden, peraturan
pemerintah, keputusan menteri - menteri dan peraturan daerah.
Hukum dalam
arti para petugas adalah orang atau masyarakat melihat hukum dalam wujud para
petugas yang berusaha menegakkan atau mengamankan hukum. para petugas yang
berseragam, dan bisa bertindak terhadap orang - orang yang melakukan tindakan -
tindakan yang warga masyarakat.
4. KLASIFIKASI ETIKA
Menurut buku yang berjudul “Hukum dan Etika Bisnis”
karangan Dr. H. Budi Untung, S.H., M.M, etika dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Etika Deskriptif yaitu etika di mana
objek yang dinilai adalah sikap dan perilaku manusia dalam mengejar tujuan
hidupnya sebagaimana adanya. Nilai dan pola perilaku manusia sebagaimana adanya
ini tercemin pada situasi dan kondisi yang telah membudaya di masyarakat secara
turun-temurun.
2. Etika Normatif yaitu sikap dan
perilaku manusia atau massyarakat sesuai dengan norma dan moralitas yang ideal.
Etika ini secara umum dinilai memenuhi tuntutan dan perkembangan dinamika serta
kondisi masyarakat. Adanya tuntutan yang menjadi avuan bagi masyarakat umum
atau semua pihak dalam menjalankan kehidupannya.
3. Etika Deontologi yaitu etika yang
dilaksanakan dengan dorongan oleh kewajiban untuk berbuat baik terhadap orang
atau pihak lain dari pelaku kehidupan. Bukan hanya dilihat dari akibat dan
tujuan yang ditimbulakan oleh sesuatu kegiatan atau aktivitas, tetapi dari
sesuatu aktivitas yang dilaksanakan karena ingin berbuat kebaikan terhadap
masyarakat atau pihak lain.
4. Etika Teleologi adalah etika yang
diukur dari apa tujuan yang dicapai oleh para pelaku kegiatan. Aktivitas akan
dinilai baik jika bertujuan baik. Artinya sesuatu yang dicapai adalah sesuatu
yang baik dan mempunyai akibat yang baik. Baik ditinjau dari kepentingan pihak
yang terkait, maupun dilihat dari kepentingan semua pihak. Dalam etika ini
dikelompollan menjadi dua macam yaitu :
·
Egoisme yaitu
etika yang baik menurut pelaku saja, sedangkan bagi yang lain mungkin tidak
baik.
·
Utilitarianisme
adalah etika yang baik bagi semua pihak, artinya semua pihak baik yang terkait langsung
maupun tidak langsung akan menerima pengaruh yang baik.
5. Etika Relatifisme adalah etika yang
dipergunakan di mana mengandung perbedaan kepentingan antara kelompok pasrial
dan kelompok universal atau global. Etika ini hanya berlaku bagi kelompok
passrial, misalnya etika yang sesuai dengan adat istiadat lokal, regional dan
konvensi, sifat dan lain-lain. Dengan demikian tidak berlaku bagi semua pihak
atau masyarakat yang bersifat global.
Terminologi etika berasal dari
bahasa Yunani “ethos”. Artinya: “custom” atau kebiasaan yang berkaitan dengan
tindakan atau tingkah laku manusia. Etika berbeda dengan etiket. Jika etika
berkaitan dengan moral, etiket hanya bersentuhan dengan urusan sopan santun.
Belajar etiket berarti belajar bagaimana bertindak dalam cara-cara yang sopan;
sebaliknya belajar etika berarti belajar bagaimana bertindak baik.( Fr. Yohanes
Agus Setyono CM)
Kata etiket berasal dari kata Perancis etiquette yang diturunkan dari kata Perancis estiquette (= label tiket ; estiqu [ I ] er = melekat). Etiket didefinisikan sebagai cara-cara yang diterima dalam suatu masyarakat atau kebiasaan sopan-santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Etiket yang menyangkut tata cara kenegaraan disebut protokol (protocol [ Prancis ] ; protocollum [Latin ]).
Kata etiket berasal dari kata Perancis etiquette yang diturunkan dari kata Perancis estiquette (= label tiket ; estiqu [ I ] er = melekat). Etiket didefinisikan sebagai cara-cara yang diterima dalam suatu masyarakat atau kebiasaan sopan-santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Etiket yang menyangkut tata cara kenegaraan disebut protokol (protocol [ Prancis ] ; protocollum [Latin ]).
Etiket antara lain menyangkut cara
berbicara, berpakaian, makan, menonton, berjalan, melayat, menelpon dan
menerima telepon, bertamu, dan berkenalan. (Mintarsih Adimihardja) Konsep-konsep
dasar etika antara lain adalah (Bertens, 2002): (i) ilmu yang mempelajari
tentang tingkah laku manusia serta azas-azas akhlak (moral) serta kesusilaan
hati seseorang untuk berbuat baik dan juga untuk menentukan kebenaran atau
kesalahan dan tingkah Laku seseorang terhadap orang lain.
Teori-teori etika:
a. Utilitarianisme
Utilitarianisme menyatakan bahwa
suatu tindakan diangap baik bila tindakan ini meningkatkan derajat manusia.
Penekanan dalam utilitarianisme bukan pada memaksimalkan derajat pribadi,
tetapi memaksimalkan derajat masyarakat secara keseluruhan. Dalam implementasinya
sangat tergantung pada pengetahuan kita akan hal mana yang dapat memberikan
kebaikan terbesar. Seringkali, kita tidak mungkin benar-benar mengetahui
konsekuensi tindakan kita sehingga ada resiko bahwa perkiraan terbaik bisa saja
salah.
b. Analisis Biaya-Keuntungan
(Cost-Benefit Analysis)
Pada dasarnya, tipe analisis ini
hanyalah satu penerapan utilitarianisme. Dalam analisis biaya-keuntungan, biaya
suatu proyek dinilai, demikian juga keuntungannya. Hanya proyek-proyek yang
perbandingan keuntungan terhadap biayanya paling tinggi saja yang akan
diwujudkan. Bila dilihat dari teorinya, sangatlah mudah untuk menghitung biaya
dan keuntungan, namun dalam penerapannya bukan hanya hal-hal yang bersifat
materi saja yang perlu diperhitungkan melainkan hal-hal lahir juga perlu
diperhatikan dalam mengambil keputusan.
c. Etika Kewajiban dan Etika Hak
Etika kewajiban (duty ethics)
menyatakan bahwa ada tugas-tugas yang harus dilakukan tanpa mempedulikan apakah
tindakan ini adalah tindakan terbaik. Sedangkan, etika hak (right-ethics)
menekankan bahwa kita semua mempunyai hak moral, dan semua tindakan yang
melanggar hak ini tidak dapat diterima secara etika.
Etika kewajiban dan etika hak
sebenarnya hanyalah dua sisi yang berbeda dari satu mata uang yang sama. Kedua
teori ini mencapai akhir yang sama; individu harus dihormati, dan tindakan
dianggap etis bila tindakan itu mempertahankan rasa hormat kita kepada orang
lain. Kelemahan dari teori ini adalah terlalu bersifat individu, hak dan
kewajiban bersifat individu. Dalam penerapannya sering terjadi bentrok antara
hak seseorang dengan orang lain.
d. Etika Moralitas
Pada dasarnya, etika moralitas
berwacana untuk menentukan kita sebaiknya menjadi orang seperti apa. Dalam
etika moralitas, suatu tindakan dianggap benar jika tindakan itu mendukung
perilaku karakter yang baik (bermoral) dan dianggap salah jika tindakan itu
mendukung perilaku karakter yang buruk (tidak bermoral). Etika moral lebih
bersifat pribadi, namum moral pribadi akan berkaitan erat dengan moral bisnis.
Jika perilaku seseorang dalam kehidupan pribadinya bermoral, maka perilakunya
dalam kehidupan bisnis juga akan bermoral.
Dalam memecahkan masalah, kita tidak perlu binggung
untuk memilih teori mana yang sebaiknya digunakan, sebab kita dapat menggunakan
semua teori itu untuk menganalisis suatu masalah dari sudut pandang yang
berbeda dan melihat hasil apa yang diberikan masing-masing teori itu kepada
kita.
Referensi :
Bartens, K. (2000). Pengantar
Etika Bisnis. Yogyakarta, Penerbit Kanisius.
HUKUM DAN ETIKA BISNIS” karangan Dr. H. Budi Untung,
S.H., M.M tahun 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar