Minggu, 27 September 2015

# MINGGU 1 ETIKA BISNIS




1.     Definisi Etika Bisnis
Kita awali pembahasan kita kali ini dengan definisi etika bisnis. Pertama adalah kata etika, Menurut bahasa Yunani, kata etika berawal dari kata ethos yang memiliki arti sikap, perasaan, akhlak, kebiasaan, watak. Menurut Magnis Suseno berpendapat bahwa etika merupakan bukan suatu ajaran melainkan suatu ilmu.
·         Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Poerwadarminta) etika adalah “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”
·         Menurut Drs. O.P. SIMORANGKIR  "etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
·         Menurut Magnis Suseno, "Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran.Yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas".
Kata kedua adalah bisnis, yang diartikan sebagai suatu usaha. Jika kedua kata tersebut dipadukan, yaitu etika bisnis maka dapat didefinisikan sebagai suatu tata cara yang dijadikan sebagai acuan dalam menjalankan kegiatan berbisnis. Dimana dalam tata cara tersebut mencakup segala macam aspek, baik dari individu, institusi, kebijakan, serta perilaku berbisnis.
Pengertian Etika Bisnis dan Cara Penyusunannya. Untuk menyusun etika bisnis yang bagus, maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini, yaitu tentang pengendalian diri, pertanggungjawaban sosial, menjadikan persaingan secara sehat, penerapan konsep yang berkelanjutan, dapat mempertahankan keyakinannya, konsisten dengan sebuah aturan yang sudah disepakati bersama, penumbuhan kesadaran serta rasa memiliki dengan apa yang sudah disepakati, menciptakan suatu sikap untuk saling percaya pada antar golongan pengusaha, serta perlu diadakannya sebagian dari etika bisnis untuk dimasukkan dalam hukum yang dapat berupa suatu perundang-undangan.
2. Etika Bisnis

Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).

3. Etika Moral, Hukum dan Agama
Moral adalah aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia ( MARIA ASSUMPTA ). Penilaian terhadap moral dapat diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Apabila tingkah laku , ucapan atau perbuatan seseorang dalam berinteraksi / bersosialisasi dengan orang lainnya sesuai / dapat diterima di masyarakat , maka orang itu dinilai memiliki moral. Dan sebaliknya orang yang tidak dinilai memiliki moral di mata orang lain di sebut amoral.


Ø Pengertian Agama

Agama merupakan realitas yang berada di sekeliling manusia. Masing - masing manusia memiliki kepercayaan tersendiri akan agama yang diangapnya sebagai sebuah kebenaran. Agama yang telah menjadi dasar manusia ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial manusia tersebut[1][12]. 
Masing - masing penganut agama menyakini bahwa ajaran dan nilai - nilai yang dianutnya harus ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Akhlak Islami cakupannya sangatlah luas, yaitu menyangkut etos, etis, moral, dan estetika.
a.       Etos; yang mengaatur hubungan seseorang dengan Khaliknya, al-ma’bud bi haq serta kelengkapan uluuhiyah dan rubbubiyah, seperti terhadap rasul- rasul Allah, Kitab-Nya, dan sebagainya.
b.      Etis; yang mengatur sikap seseorang terhadap dirinya dan terhadap sesmanya dalam kehidupan sehari- harinya.
c.       Moral; yang mengatur hubungan dengan sesamanya, tetapi berlainan jenis dan/ atau yang menyangkut kehormatan tiap pribadi.
d.      Estetika; rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk meningkatkan keadaan dirinya serta lingkungannya agar lebih indah dan menuju kesempurnaan.

Ø  Pengertian Hukum        
                                    
Hukum dalam arti Penguasa (undang - undang, keputusan, hakim dan lainnya) Hukum diartikan sebagai seperangkat peraturan tertulis yang dibuat oleh pemerintahan,  melalui badan - badan yang berwenang membentuk berbagai peraturan tertulis seperti: undang - undang dasar, undang - undang, keputusan presiden, peraturan pemerintah, keputusan menteri - menteri dan peraturan daerah.  
Hukum dalam arti para petugas adalah orang atau masyarakat melihat hukum dalam wujud para petugas yang berusaha menegakkan atau mengamankan hukum. para petugas yang berseragam, dan bisa bertindak terhadap orang - orang yang melakukan tindakan - tindakan yang  warga masyarakat.





4. KLASIFIKASI ETIKA
Menurut buku yang berjudul “Hukum dan Etika Bisnis” karangan Dr. H. Budi Untung, S.H., M.M, etika dapat diklasifikasikan menjadi :
1.      Etika Deskriptif yaitu etika di mana objek yang dinilai adalah sikap dan perilaku manusia dalam mengejar tujuan hidupnya sebagaimana adanya. Nilai dan pola perilaku manusia sebagaimana adanya ini tercemin pada situasi dan kondisi yang telah membudaya di masyarakat secara turun-temurun.

2.      Etika Normatif yaitu sikap dan perilaku manusia atau massyarakat sesuai dengan norma dan moralitas yang ideal. Etika ini secara umum dinilai memenuhi tuntutan dan perkembangan dinamika serta kondisi masyarakat. Adanya tuntutan yang menjadi avuan bagi masyarakat umum atau semua pihak dalam menjalankan kehidupannya.

3.      Etika Deontologi yaitu etika yang dilaksanakan dengan dorongan oleh kewajiban untuk berbuat baik terhadap orang atau pihak lain dari pelaku kehidupan. Bukan hanya dilihat dari akibat dan tujuan yang ditimbulakan oleh sesuatu kegiatan atau aktivitas, tetapi dari sesuatu aktivitas yang dilaksanakan karena ingin berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau pihak lain.

4.      Etika Teleologi adalah etika yang diukur dari apa tujuan yang dicapai oleh para pelaku kegiatan. Aktivitas akan dinilai baik jika bertujuan baik. Artinya sesuatu yang dicapai adalah sesuatu yang baik dan mempunyai akibat yang baik. Baik ditinjau dari kepentingan pihak yang terkait, maupun dilihat dari kepentingan semua pihak. Dalam etika ini dikelompollan menjadi dua macam yaitu :
·         Egoisme yaitu etika yang baik menurut pelaku saja, sedangkan bagi yang lain mungkin tidak baik.
·         Utilitarianisme adalah etika yang baik bagi semua pihak, artinya semua pihak baik yang terkait langsung maupun tidak langsung akan menerima pengaruh yang baik.

5.      Etika Relatifisme adalah etika yang dipergunakan di mana mengandung perbedaan kepentingan antara kelompok pasrial dan kelompok universal atau global. Etika ini hanya berlaku bagi kelompok passrial, misalnya etika yang sesuai dengan adat istiadat lokal, regional dan konvensi, sifat dan lain-lain. Dengan demikian tidak berlaku bagi semua pihak atau masyarakat yang bersifat global.

Terminologi etika berasal dari bahasa Yunani “ethos”. Artinya: “custom” atau kebiasaan yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku manusia. Etika berbeda dengan etiket. Jika etika berkaitan dengan moral, etiket hanya bersentuhan dengan urusan sopan santun. Belajar etiket berarti belajar bagaimana bertindak dalam cara-cara yang sopan; sebaliknya belajar etika berarti belajar bagaimana bertindak baik.( Fr. Yohanes Agus Setyono CM)
Kata etiket berasal dari kata Perancis etiquette yang diturunkan dari kata Perancis estiquette (= label tiket ; estiqu [ I ] er = melekat). Etiket didefinisikan sebagai cara-cara yang diterima dalam suatu masyarakat atau kebiasaan sopan-santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Etiket yang menyangkut tata cara kenegaraan disebut protokol (protocol [ Prancis ] ; protocollum [Latin ]).
Etiket antara lain menyangkut cara berbicara, berpakaian, makan, menonton, berjalan, melayat, menelpon dan menerima telepon, bertamu, dan berkenalan. (Mintarsih Adimihardja) Konsep-konsep dasar etika antara lain adalah (Bertens, 2002): (i) ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia serta azas-azas akhlak (moral) serta kesusilaan hati seseorang untuk berbuat baik dan juga untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah Laku seseorang terhadap orang lain.
Teori-teori etika:
a.       Utilitarianisme

Utilitarianisme menyatakan bahwa suatu tindakan diangap baik bila tindakan ini meningkatkan derajat manusia. Penekanan dalam utilitarianisme bukan pada memaksimalkan derajat pribadi, tetapi memaksimalkan derajat masyarakat secara keseluruhan. Dalam implementasinya sangat tergantung pada pengetahuan kita akan hal mana yang dapat memberikan kebaikan terbesar. Seringkali, kita tidak mungkin benar-benar mengetahui konsekuensi tindakan kita sehingga ada resiko bahwa perkiraan terbaik bisa saja salah.

b.      Analisis Biaya-Keuntungan (Cost-Benefit Analysis)

Pada dasarnya, tipe analisis ini hanyalah satu penerapan utilitarianisme. Dalam analisis biaya-keuntungan, biaya suatu proyek dinilai, demikian juga keuntungannya. Hanya proyek-proyek yang perbandingan keuntungan terhadap biayanya paling tinggi saja yang akan diwujudkan. Bila dilihat dari teorinya, sangatlah mudah untuk menghitung biaya dan keuntungan, namun dalam penerapannya bukan hanya hal-hal yang bersifat materi saja yang perlu diperhitungkan melainkan hal-hal lahir juga perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan.


c.       Etika Kewajiban dan Etika Hak

Etika kewajiban (duty ethics) menyatakan bahwa ada tugas-tugas yang harus dilakukan tanpa mempedulikan apakah tindakan ini adalah tindakan terbaik. Sedangkan, etika hak (right-ethics) menekankan bahwa kita semua mempunyai hak moral, dan semua tindakan yang melanggar hak ini tidak dapat diterima secara etika.
Etika kewajiban dan etika hak sebenarnya hanyalah dua sisi yang berbeda dari satu mata uang yang sama. Kedua teori ini mencapai akhir yang sama; individu harus dihormati, dan tindakan dianggap etis bila tindakan itu mempertahankan rasa hormat kita kepada orang lain. Kelemahan dari teori ini adalah terlalu bersifat individu, hak dan kewajiban bersifat individu. Dalam penerapannya sering terjadi bentrok antara hak seseorang dengan orang lain.

d.      Etika Moralitas

Pada dasarnya, etika moralitas berwacana untuk menentukan kita sebaiknya menjadi orang seperti apa. Dalam etika moralitas, suatu tindakan dianggap benar jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang baik (bermoral) dan dianggap salah jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang buruk (tidak bermoral). Etika moral lebih bersifat pribadi, namum moral pribadi akan berkaitan erat dengan moral bisnis. Jika perilaku seseorang dalam kehidupan pribadinya bermoral, maka perilakunya dalam kehidupan bisnis juga akan bermoral.
Dalam memecahkan masalah, kita tidak perlu binggung untuk memilih teori mana yang sebaiknya digunakan, sebab kita dapat menggunakan semua teori itu untuk menganalisis suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda dan melihat hasil apa yang diberikan masing-masing teori itu kepada kita.

Referensi  :
Bartens, K. (2000). Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta, Penerbit Kanisius.
HUKUM DAN ETIKA BISNIS” karangan Dr. H. Budi Untung, S.H., M.M tahun 2012




Tidak ada komentar:

Posting Komentar